WELCOME HOME…

Kamis itu, 23 April 2005, aku akhirnya kembali lagi ke kota kelahiranku setelah aku habiskan 6 bulan di Borneo yang mengesankanku. Tepat pukul 5 sore, pesawatku tiba di bandara Adi Sucipto. Sepanjang 300 meter aku harus berjalan dari pesawat menuju koperku yang sudah dibawa ke dekat pintu keluar bandara. Gerimis mengenai rambutku saat itu, tapi aku berucap syukur yang mendalam karena pesawatku telah landing. Tahu sendiri lah, aku termasuk orang yang takut ketinggian meski ga terlalu parah. Tapi itu tak seberapa jika dibandingkan dengan pesawat yang bergoncang akibat cuaca buruk, sepertinya aku akan menjadi sangat ketakutan hingga tak tau malu. Hehehe, itu karena jika aku naik lift, aku masih bisa menahan malu ku, so aku tetep aja bias jaim.

Saking senangnya melihat peradaban yang ada di Yogya setelah keterasinganku di Borneo, membuatku lupa diri. Tapi akhirnya aku tersadar, setelah hiruk pikuk orang-orang berebut taksi didepanku dan hujan yang mulai deras. Aku pun lalu menghidupkan telpon genggamku dan aku hubungi kakak iparku yang akan menjemputku. Jarak kotaku hanya 1 jam dari bandara, jadi aku lebih suka naik motor pulangnya daripada aku harus naik bus, apalagi bus selalu membuatku mabuk. Memang sangat menyebalkan saat kereta pramex yang sangat aku cintai itu hanya punya jadwal keberangkatan terakhir pukul 4 sore ke kotaku. Namun bagaimanapun, motor tetaplah alat transportasi yang pualing aku suka.

Setelah menunggu sebentar, kakakku muncul deh dibelakangku dan mengagetkanku. Lalu kami pun memulai perjalanan pulang dengan gerimis gerimisan dan koper yang tertata rapi sedemikian rupa di motor hingga membuat kakaku susah berbelok. But, so far sih baik-baik saja dan sepanjang perjalan pun aku mengoceh tanpa henti. Aku yakin kakakku menyadari diriku yang mungkin dianggapnya semakin cerewet, padahal semua itu hanya wujud excited ku melihat lagi kota Yogya, kota yang selalu menjadi kota transitku bertahun-tahun lalu.

Tapi dasar kakak iparku yang memang selalu bias aku ajak menggila, dia tetap aja meladeni ocehanku, sampai-sampai dia ga sadar kalau motornya telah memasuki pedesan di wilayah Yogya. Aku sendiri ga tau nama desa-desa itu, tapi aku tau dengan pasti kalau kita tetep ga salah arah. Kita menuju ke arah barat, dan Purworejo adalah di barat Yogya, jadi mau lewat kampong mana saja, aku yakin ujung-ujungnya pasti bakal ketemu jalan besar menuju rumah. Sayangnya, akibat ocehanku sebelumnya yang menyesatkan, kakakku tak lagi mempercayaiku, sampai-sampai 3 kali dia menanyakan kebenaran feelingku akan jalan pulang. Setelah kubujuk-bujuk dan kurayu-rayu, kakakku mau juga jalan terus menuju barat, dengan iming-iming lampu kota yang cukup terang didepan. Bagiku lebih baik nekat dari pada harus balik lagi ke timur dan mencari jalan yang benar, itu bakal butuh waktu 2 jam sampai rumah. Sayangnya, lagi-lagi, lampu yang kuyakini sebagai lampu kota itu, hanya lampu sebuah pom bensin yang sepi di tengah sawah dang a ada orang sama sekali. Apes banget deh, kayaknya kakaku sudah ga mungkin percaya lagi, tapi aku bertekad harus terus. Dan mungkin karena kakakku sudah cukup capek, karena dari kantor tadi dia langsung jemput aku bahkan lengkap dengan seragamnya, akhirnya dia pun mau juga maju terus pantang mundur. Hehee, itu semua sebenarnya karena aku yang mengancam akan naik motor didepan kalau dia tidak mau terus. Alasan kedua, aku yakin dia males kena omelan kakak perempuanku, dan alasan ketiga, dia udah males banget nanggepi semua omongan nggambusku,hihiii…

Well, akhirnya sampe juga aku dirumah setelah berhasil menyiksa dan menyesatkan kakakku sepanjang perjalanan. Sesampainya di rumah, aku malah yang jadi terbengong-bengong, kerana rumahku sungguh sangat berbeda. Ibuku ternyata sudah melapisi semua lantainya engan keramik, yang bagiku sungguh harajuku banget. Kamar depan, berwarna hitam karena itu kesukaan adikku dan ga ada yang bakal bias mengganggu gugatnya. 3 Kamar berikutnya, berwarna putih cling, katanya sih warna netral dan ga ada yang berani bakal complain karena hampir semua pemilik kamar tersebut berada diluar kota semua saat rekonstruksi rumah. Bener juga sih, saat itu aku ma kakak laki-lakiku di Borneo, kakak perempuanku di Jakarta. Alhasil sih kita ga bisa milih keramik yang kita pingin. Tapi, ya bagaimana kita mau memilih, wong tau aja enggak kalau ibu mau ngasih keramik minggu-minggu kemarin. Ibuku sih tetap aja membela diri, katanya kan surprise masak bilang-bilang? Kalau udah kayak gitu, sekarang siapa coba yang berani complain dan melukai hatinya? Ya sudah dengan berat hati, aku terima saja kamarku berkeramik putih cling, padahal aku pingin banget warnanya hijau ngejreng biar ngingetin hutan-hutan hijau Borneo yang udah pada pitak-pitak gitu deh kalau diliat dari atas pesawat.

Pagi harinya, setelah tersadar dari jetlag, (Yeilah…Cuma 1 jam naik pesawat aja jetlag?) akan melihat kamarku yang rasanya sesak gitu. Padahal sejak dari Borneo, aku dah kepikiran kalau nanti kamarku isinya bakal Cuma tempat tidur ma meja kursi buat aku ngetik di laptopku. Tapi pagi itu yang ada ada malahan lemari pakaian segede gaban, memenuhi hampir separo kamarku lagi. Fiuh, melihat kamarku aja sudah bikin nafasku sesak, kayak gitu kok ya bisa-bisanya semalam aku terlelap didalamnya. Akhirnya sesiangan aku pindahin itu lemari ma om ku yang rumahnya ada di sebelah. Aku sih saat itu mikirnya simple aj, keluarin semua pakaian lalu geser lemari ke kamar ujung, lalu pindahin meja dan kursi, beres deh ! Namun sayang, kenyataan berkata lain, jadi begini urutannya. Aku kelurkan semua bajuku dari lemari, lalu aku ke ruang ujung untuk mengeluarkan rak ke dekat mushola, aku geser lemari keluar kamar tapi berhenti dulu ditengah jalan, karena ada rak buku yang gede dan berat banget harus aku geser dulu buat jalan lemariku menuju kamar ujung. Setelah nafas hampir copot dan berhasil memasukkan lemari ke kamar ujung. Aku kembali ke kamarku dengan membawa meja kayu ibuku yang ga kalah buerat. Tapi sebelum itu meja masuk ke kamarku, sebelumnya, aku harus memutar tempat tidurku, menatanya agar mejanya tidak memakan banyak tempat. Bayangin aja, tempat tidurku bukan spring bed kayak orang-orang gitu. Semua masih model jawa kuno, dipan kayu berukir yang juga berat. Jadinya ya, aku harus mengeluarkan kasur-kasurnya dulu, mengambil tripleks2nya, memasanginya lagi lalu meletakkan lagi kasur pada tempatnya.

Berhubung nafas udah ga kuat, dan aku kelaparan, akhirnya meja, rak dll yang masih berserakan, aku tinggalkan begitu saja. Aku berlari ke dapur buat bikin susu hangat dan mengambil sarapan yang sudah siap di lemari makanan (Untung ibuku sudah menyiapkan makan pagi untukku sebelum ngajar ke sekolahan!). Aaaaah, setelah kenyang, aku kembali lagi mengerjakan, demi sebuah impian kamar yang nyaman. Tempat tidur sudah beres, so aku tinggal masukkan meja kayu yang berat itu ke kamar. Tapi om ku dah keburu mau pergi, jadi aku pun buru-buru membereskan rak buku yang berat banget itu. Setelah kembali ke tempat semula, dan buku-buku beratnya juga sudah aku kembalikan didalamnya, terpaksa aku harus sendirian menggeser-geser rak yang didekat mushola ke tempat meja kayu yang aku pindah ke kamarku. Setelah itu, aku bongkar-bongkar koperku, menata kembali baju-baju yang ada di koper juga baju-baju yang tadinya ada dilemari. Kutata juga buku-buku pentingku di atas meja yang sekarang berada dikamarku. Akhirnya setelah semua kotoran-kotoran dilantai aku sapu bersih, akupun kelelahan yang tiada terkira. Bahkan mungkin kalau diukur pake meteran, bisa-bisa hari itu aku bolak-balik dari kamar satu ke kamar yang lainnya, bisa – bisa sudah nyampe ke Yogya jalan kaki. Tapi bagaimanapun, aku harus menyelesaikan sampai tidak boleh ada kotaoran lagi di lantai, soalnya adikku yang selalu rajin menyapu dan mengepel sampai-sampai diberi nama panggilan “si inem” oleh kakak iparku, guuualllaaaaknya minta ampun! Ibuku aj ampe takut,hehehee….

Ehm, tapi sepertinya, si inem jadi kasihan padaku karena setelah hari itu, aku jadi sakit kepala yang ga ketulungan ma maag ku juga kumat, so diantarnya deh aku ke dokter. Tapi pikiranku yang nakal mengatakan padaku kalau semua itu dilakukan adikku karena dia ga enak hati padaku, karena dia mendapat oleh-oleh dari Borneo paling banyak diantara yang lainnya. Hal yang lainnya, yang sudah sangat pasti bahkan aku sendiri tidak kuasa menyangkalnya yaitu karena cowoknya adalah perawat yang satu kantor sama dokterku itu, so you know lah what I mean,kekekeee….Emang bisa aja itu si inem !

*Buat Si Inem : No matter what…I always loving you !!!